Selebriti Mungil

“ Surat, Ranti .” Ibu menyerahkan sepucuk surat kepadaku. Aku menerimanya dengan riang. Alhamdulillah suratku dibalas juga oleh penulis terkenal itu. Aku bercita-cita ingin menjadi seorang selebriti karena seorang selebriti mempunyai banyak penggemar seperti Kak Doni, selebriti terkenal yang telah membalas suratku. Dalam surat itu tertera bahwa ia menyetujui untuk bertemu denganku. Aku sangat bahagia. Tanggal 9 Agustus 2008 adalah hari perjanjianku untuk bertemu dengannya di taman kota yang letaknya tak jauh dari rumahku. Semuanya telah aku persiapkan dari kemarin. Pakaian santai warna biru, pita rambut biru, sepatu kets biru muda, dan tas ranselku biru tua.
“ Duh . . . yang ingin jadi selebriti , “Kak Amran, kakak tertuaku menggoda.
“ Selebriti ? “ Aku keluar dari kamar dengan penampilan yang sudah siap untuk pertemuanku nanti.
“ Setiap orang yang terkenal itu namanya selebriti termasuk penulis terkenal juga selebriti , “ Kakakku menjawab.
Bergegaslah aku segera pergi ke taman. Banyak pengalaman yang telah aku dapatkan dari seorang penulis terkenal tersebut. Aku juga sempat bercerita bahwa aku ingin menjadi seorang penulis terkenal agar dikatakan selebriti. Jam telah menunjukkan pukul 5 sore. Waktunya untuk pulang, dengan berat hati mulailah langkah kakiku. Kulambaikan tanganku sebagai tanda akhir dari pertemuanku.
Sesampainya dirumah mulaiku buka buku diaryku. Aku tulis semua kejadian hari ini. Semangatku untuk terus menulis tergugah. Berawal aku menyurati para artis cilik, bintang sinetron bahkan pejabat. Tak sampai disitu aku juga mengirimkan biodataku ke berbagai majalah anak. Aku berharap akan mendapatkan banyak sahabat pena. Semula surat yang aku dapat sedikit. Namun, semenjak namaku muncul di majalah publik “ Bobo ” yang memuat foto imutku, surat-surat terus berdatangan. Apalagi, aku baru saja memenangkan lomba menulis puisi tingkat kabupaten. Aku juga selalu surat-menyurat dengan Kak Doni.
Sore menjelang petang, langit biru mulai tertutup awan hitam.
“ Kak, bantu Ranti dong.”
“ Bantuin apa ?” Kak Amran menurunkan koran yang menutupi wajahnya.
“ Balas surat-surat.”
“ Haa?” Kakakku membelalakkan matanya,” Kamu mau bayar berapa untuk tiap surat ?”
“ Iiih . . . Kakak matre.” Kemudian aku ke kamar untuk tidur karena waktu sudah larut malam.
Berhari-hari aku biarkan saja surat yang datang untukku. Aku capek untuk membalasnya. Liburan semester telah datang. Mulai kubalas surat-surat yang menumpuk selama satu bulan itu. Salah satu dari surat itu datang dari Kak Doni. Berbunga-bunga hatiku untuk segera membaca surat itu.
Hari demi hari kulewati dengan senang hati membaca dan membalas surat-surat dari penggemarku istilah menterengnya ‘ fans ‘ . Sampai 3 bulan sudah ku lewatkan dengan surat-surat itu, sehingga banyak tumpukan-tumpukan surat dirumahku.
Terhitung sudah 4 bulan aku surat-menyurat dengan para penggemarku, terutama dengan Kak Doni. Surat terakhir dari Kak Doni.
Jakarta, 12 Desember 2008
Salam sayang,
Tak terasa sudah 4 bulan kita tidak bertemu rasanya kangen sekali. Bagaimana kabarmu? masih selalu menuliskah dirimu? Dalam surat ini aku minta tolong kamu untuk melanjutkan novelku yanng sempat tertunda penyelesaiannya.
Oya, Ranti aku ingin bertemu denganmu untuk memberikan novel yang belum sempurna ini. Aku ingin bertemu dengan kamu minggu depan tanggal 17 di taman yang dulu sebelumnya kita pernah bertemu. Aku tunggu . . .
Sahabatmu,
Kak Doni
Aku renungkan pertemuanku yang pertama. Tanggal 17 yang kutunggu-tunggu datang. Kupercepat jalan ini agar cepat sampai. Dibawah pohon ringin kumenunggu kedatangannya. Terpikir dibenakku apa ia menungguku di kursi taman yang dahulu kita gunakan untuk berbagi cerita.
Kuhampiri kursi itu, tapi tidak ada siapa-siapa ditempat itu. Hanya sebuah amplop berwarna hijau tua seperti warna kursi itu. Tertuliskan untuk Ranti sahabatku. Kubuka amplop itu, tertulis berjalanlah kearah utara. Disana terdapat sebuah ruangan lalu masuklah. Kuikuti petunjuknya. Kulihat ruangannya, sangat sepi hanya ada seorang wanita berpakaian hitam menatap kaca ruangan sambil menangis tersedu-sedu. Ternyata itu adalah ruang ICU. Aku mendekat, tanpa basa-basi wanita itu bertanya kepadaku.”Apa kamu teman Doni ?” Aku mengangguk. Dia adalah ibu Kak Doni yang kemudian bercerita Doni telah berada diruangan ini semenjak 3 bulan yang lalu. Ia menderita lumpuh otak dan sekarang dia menjalani masa-masa gawat di ruang ICU.
Padahal 3 bulan yang lalu kami masih surat-menyurat. Bagaimana Ia menulis surat itu? Sekilas terpikir olehku. Kemudian aku diperbolehkan untuk masuk ruangan itu. Kubaca buku diarynya yang berada dimeja samping ia berbaring. Itu adalah kumpulan novel yang belum dapat terselesaikan olehnya. Dibawahnya tertuliskan ‘ Tolong selesaikan novel ini Ranti untukku ‘ . Menetes air mataku tak tahan menahan penderitaan itu. Aku keluar dengan membawa buku diary itu. Aku penuhi permintaannya untuk meneruskan novel tersebut. Setelah menyelesaikan novel itu, Kak Doni sudah tiada. Kukirim surat ke surga.
Februari 2009
Kak Doni di surga ,
Aku sudah menyelesaikan novelmu dan sekarang sudah terbit untuk yang perdana. Terimakasih atas semua dorongan yang telah diberikan, sehingga aku sudah menjadi penulis terkenal. Semoga kamu selalu bahagia.
Terimakasih Kakakku . . .

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Selebriti Mungil"

Posting Komentar